- Home »
- Mata Kuliah »
- Studi Agama-agama (Budha)
AvocadoFload
On Senin, 28 Januari 2013
AGAMA
BUDHA
oleh: Ummu Zahrotin
A. SEJARAH LAHIRNYA AGAMA BUDHA
Budha adalah sebutan bagi seseorang
yang telah mencapai penerangan sempurna. Budha berarti Yang Sadar. Penerangan
sempurna adalah suatu tingkat kondisi batin yang telah berkembang demikian rupa
sehingga mampu menyadari kenyataan atau kebenaran yang terdapat dalam kehidupan
ini.
Agama Budha tumbuh dan berkembang di
India, namun lama-kelamaan agama Budha terus mengembangkan ajarannya ke
berbagai Negara tidak terkecuali ke Indonesia. Agama Budha lahir pada abad ke-6
SM di India dan didirikan oleh Sidharta Gautama. Sidharta Gautama adalah anak
seorang raja yang bernama Suddhudana yang memerintah suku Syakia, ibunya
bernama Maya. Menurut para ahli, Sidharta dilahirkan pada tahun 563 SM dan
wafat pada tahun 483 SM.
Menurut cerita, mengenai kelahiran
dan kematian Sidharta Gautama banyak terdapat keajaiban luar biasa. Malah
sebelum Maya hamil, menurut riwayat, ada seekor gajah putih berputar
mengelilingi Maya sebanyak tiga kali dan akhirnya masuk lewat pinggang kanan
dan terus masuk kedalam rahimnya. Pada saat kelahiran Budha, dunia menjadi
terang yang sakit menjadi sembuh dan sebagainya. Begitu pula dengan wafatnya,
terjadi gempa bumi, alam semesta tampak berduka, dan sebagainya. Hal ini
biasanya dijadikan sebagai tanda bahwa Sidharta adalah orang yang sangat
penting bagi alam semesta.[1]
Sebagai seorang anak raja, sudah
tentu ia hidup dengan penuh kesenangan dan orang tuanya juga menginginkan agar
anaknya nanti bisa menggantikan kedudukan ayahnya sebagaia seorang raja.
Sehingga Siddhudana selalu menyediakan apa saja yang bisa membuat Sidharta
Gautama betah dalam istana.
Pada suatu ketika ia sempat keluar
dari istana dan menurut cerita ia sempat bekrliling istana dengan naik kereta.
Ada empat peristiwa yang ia temui pada saat berkeliling istana sehingga membuat
Sudharta akhirnya memutuskan untuk meninggalkan istana. Keempat peristiwa itu
adalah:
1. Ia bertemu dengan seorang kakek tua (menurut dongeng
orang itu adalah penjelmaan Dewa Brahma). Karena itu ia mengerti bahwa hidup
manusia berakhir dengan kelayuan badan dan jiwa.
2. Ia melihat orang yang sakit, ia
mengira-ngira bagaimana suatu penyakit dapat menyiksa seseorang (orang tidak
akan selalu sehat, pasti bisa mengalami sakit.
3. Ia menyaksikan orang mengusung jenazah,
ia paham bahwa itu akhir kesudahan manusia hidup di dunia.
4. Akhirnya ia bertemu dengan seorang
pertapa, yang membenci dunia, ia lalu berpikir bahwa masih adalah nilai-nilai
yang tinggi dari kemakmuran duniawi.
Keinginan
Sidharta keluar istana diketahui Ayahandanya, orng tuanya berusaha melarangya
meninggalkan istana. Sidharta mau tidak meninggalkan istana asalkan ayahnya
dapat mengabulkan permintaannya. Ada tiga permintaannya, yaitu: kemudaan yang
kekal, kesehatan yang kekal dan kehidupan yang kekal.
Syarat
yang dikemukakan Sidharta tidak mampu dikabulkan orang tuanya. Akhirnya pada
malam yang telah ditentukan sang dewa, Sidharta keluar meninggalkan istana untuk
mencari ilmu atau bertapa.
Setelah
meninggalkan istana ia bertapa mencari ilmu, diantara gurunya adalah Arada
Kalapa, kemudian ia berguru lagi pada Rudraka dan selanjutnya ia bertemu dengan
lima orang pertapa yang sama-sama mencari ilmu. Setelah sama-sama bertapa
mencari ilmu dengan jalan tidak makan dan minum sebelum mendapatkan ilmu dan
Sidharta jatuh pingsan, namun ilmu yang dicarinya belum juga didapat, akhirnya
ia makan kembali. Setelah itu ia duduk dibawah pohon Ara di Bodh Gaya dengan
maksud tidak akan meninggalkan pohon itu sebelum mendapat ilmu yang dicari atau
mendapat pencerahan. Akhirnya dengan ketekunannya tersebut apa yang dicarinya
dapat diperoleh. Sidharta mendapat pencerahan atau ilmu kesempurnaan.
Akhirnya, pada usia 35 tahun,
Siddhatta Gotama mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Ia mampu menyadari
perihal penderitaan hidup dan cara mengatasinya. Ia berhasil mencapai
Penerangan da Pencerahan Sempurna sewaktu bertapa di bawah kerindangan sebuah
pohon Boddhi. Oleh sebab itu ia mendapat gelar atau sebutan: Buddha, Yang Sadar, Sehingga nama
lengkapnya Budhha Gotama.
Setelah
mendapatkan pencerahan ia mengkhutbahkan ajaran-ajaranya. Didalam khutbahnya
Budha senantiasa memperhatikan sifat pendengarnya dan tingkat-tingkat
perkembangna rohani mereka. Karena itu kepada masyarakat umum Budha hanya
mengajarkan menjalani hidup susila dengan membayangkan kesenangan surga (Nirwana)
dikemudian hari. Sedangakan kepada mereka tingkat rohaninya sudah tinggi ia
mengabarkan seluruh ajarannya, ia terangkan betapa besarnya kesengasaraaan yang
diakibatkan oleh nafsu manusia.
Ajaran
yang disebarkan oleh Buddha Gotama ditulis dalam kitab Tripitaka, yang artinya “tiga kelompok”, terdiri dari:
1. Vinaya Pitaka, berisi
peraturan-peraturan hidup umat Buddha yang meninggalkan hidup berumahtangga
(disebut bhikkhu dan bhikkhuni).
2. Sutta Pitaka, berisi
khutbah-khutbah Buddha Gotama dan murid-muridnya yang terkenal pada masa belaiu
masih hidup.
3. Abhidhamma Pitaka, berisi
ajaran ilmu jiwa dan metafisika agama Buddha.[2]
Setelah
kurang lebih 40 tahun ia menyiarkan atau mengkhotbahkan ajarannya, maka sekitar
usia 80 tahun yakni pada tahun 483 SM Budha meninggal dunia.
Meskipun
asal mulanya Budha dari negeri India, namun kelama-lamaan agama tersebut sampai
juga ke Indonesia. Kedatangan agama Budha di Indonesia berdasarkan pada catatan Fa Hien, seorang misionaris
Budha asal Cina, sekitar tahun 423 M, agama Budha mulai berkembang dipulau
jawa. Sedangkan perkembangan agama Budha di Sumatera tercatat pada catatan
perjalanan I-Tsing, seorang Bhikshu dari Cina yang dalam perjalanan pulangnya
ke Cina singgah dan menetap beberapa waktu ke Sriwijaya di Palembang yang
terletak di Pulau Sumatera Selatan (685-695 M).
B. KITAB SUCI AGAMA BUDHA
Kitab
suci dalam agama Budha disebut dengan Tripika, tri berarti tiga dan pitaka
bermakana keranjang/bakul, tapi yang dimaksud keranjang disini adalah keranjang
hikmah.[3]
Adapun
yang termuat dalam Tripitaka adalah:
1. Sutta Pitaka, berisikan himpunan ajaran
dan khutbah BudhaGautama. Bagian besar dari padanya terdiri atas percakapan
(dialog) antara Budha dengan berbagai muridnya. Didalamnya juga himpunan
kata-kata hikmah, himpunan sajak-sajak agamawsi, kisah-kisah kiasan, kisah
berbagai orang suci dan sebagainya. Keseluruhan himpunan ini lebih ditunjukan
bagi kalangan awam agama Hindu.
2. Vinaya Pitaka, berisi
peraturan-peraturan hidup umat Budha yang meninggalkan hidup berumah tangga
(disebut Bikhu dan Bikkhuni).[4]
Vinaya Pitaka berisi peraturan tata hidup setiap anggota biara (sangha).
Himpunan dalam Vinaya ini lebih ditujukan kepada para rahib yang dipanggil
dengan Bikkhu dan Bikkhuni.[5]
3. Abidhamma Pitaka, bersikan berbagai
hipunan yang mempunyai nilai tinggi (great values), berisikan pembahasan
mendalam tentang prosa pemikiran kepada golongan terpelajar dalam agama Budha.
Abidhamma ini berisi ajaran ilmu jiwa dan metafisika agama Budha.
Kitab suci agama Budha ditulis dalam
bahasa “pali” yakni bahasa rakyat umum. Berbeda halnya dengan bahasa
sansekerta, yakni bahasa yang digunakan oleh lapisan atas. Isi kitab suci agama
Budha ini diwariskan turun temurun secara lisan dan hafalan 400 tahun
sepeninggal Budha Gautama.
C.
GOLONGAN
PEMELUK AGAMA BUDHA
Masyarakat
pemeluk agama Buddha atau masyarakat Buddhis terdiri dari dari 2 macam:
1. Umat Buddha berumah tangga. Mereka melaksanakan 5 atau 8 peraturan moral.
Mereka disebut Upasaka (yang pria) Upasika (yang perempuan).
2. Umat Buddha tidak berumah tangga, yang melaksanakan 100 peraturan moral. Mereka
disebut Samanera (yang pria) dan Samaneri (yang perempuan). Samanera dan
Samaneri adalah calon-calon bikkhu dan bikkhuni. Seorang bikkhu melaksanakan
227 peraturan moral, dan seorang bikkhuni melaksanakan 331 peraturan moral.[6]
D.
ALIRAN-ALIRAN
DALAM AGAMA BUDHA
Terdapat
dua aliran atau mazhab besar dalam agama Buddha, yang dianut oleh masyarakat
Buddhis di dunia, yaitu:
1. Mazhab Theravada, yang cenderung mempertahankan kemurnian ajaran Budddha,
menggunakan kitab Tipitaka berbahasa Pali (bahasa asli). Aliran ini sering
disebut agama Buddha aliran Selatan, sebab pada umumnya berkembang di
negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara.
2. Mazhab Mahayana, Aliran Mahayana mulai tumbuh sekitar abad ke-2 M. Mazhab
ini berkembang di Tibet, Tiongkok, Korea, dan Jepang. Aliran di sebut dengan
kereta atau kendaraan besar, karena dapat menampung sebanyak-banyak orang yang
ingin masuk Nirwana, sehingga di umpamakan sebagai sebuah kendaraan/kereta
besar yang memuat penumpang banyak. Sebab aliran ini dipandang dapat menampung
ialah karena ia mempunyai pandangan prinsip bahwa setiap manusia yang telah
mencapai Bodhi (ilham) dapat menolong orang lain mencapai Bodhi pula. Saling
tolong-menolong dalam mencapai keselamatan dan kelepasan inilah rupa-rupanya
yang menjadi daya tarik bagi para pengikutnya dan juga calon-calon pengikutnya.
Adapun
ajaran-ajaran pokok aliran Budha Mahayana secara ringkas adalah:
a.
Dalam mencapai Nirwana dapat saling tolong
menolong, tidak egoisme.
b.
Orang tidak sendirian dalam mencapai
kelepasan, namun dapat ditolong orang lain yang telah mencapai Bodhi (Ilham)
c.
Kunci keutamaan ialah kasih sayang yang
disebut Karuna
d.
Agama punya hubungan dengan kehidupan didunia
bagi orang awam diluar golongan pendeta.
e.
Tipe ideal manusia ialah Bodhisatwa (orang
yang telah mencapai ilham sehingga terjamin masuk Nirwana.
f.
Budha dipandang sebagai juru selamat.
g.
Melaksanakan dengan teliti hal-hal yang
berhubungan dengan metafisika.
h.
Mengadakan upacara keagamaan
i.
Melakukan doa-doa permohonan kepada Dewa-dewa
Budhisme
Aliran ini cenderung mempertahankan
makna-makna hakiki ajaran Budha, menggunakan kitab suci Tipitaka berbahasa
sansekerta. Pengaruh adat istiadat dan kepercayaan masyarakat diterima dalam
mazhab ini. Aliran ini sering disebut dengan aliran Budha utara karena pada
umumnya berkembang di negara-negara Asia Timur dan Asia Tengah.[7]
E. POKOK-POKOK AJARAN AGAMA BUDHA
Ajaran agama Budha bersumber dari kitab
sucinya (tripitaka). Pokok-pokok ajaran
Buddha terdiri dari 6 unsur, yaitu:Tiga permata (Tiratana taua Triratna
(Pali)), Empat kesunyataan Mulia dan jalan Utama Berunsur Delapan, Tiga Corak
Umum, Hukum perilaku (karma) dan tumimbal lahir, Hukum sebab-musabab yang
saling berkaitan, Kebebasan penderitaan (Nibana atau Nirwana).
Agama
Buddha atau ajaran Buddha lebih merupakan “way
of life” dari pada suatu agama dan filsafat, sebab ajaran Buddha lebih
merupakan suatu perangkat sistem keyakinan yang didasarkan pada pengertian dan
mengarah pada corak perilaku atau perbuatan untuk mencapai kebebasan
penderitaan. Pengertian memerlukan dan mengundang penalaran serta penghayatan
serta mendalam sebagai awal mula munculnya keyakinan terhadap pengertian
tersebut. Kebanyakan dari ajarannya yang
memerlukan suatu penalaran dianalogikan kepada suatu benda-benda nyata seperti
halnya, Buddha pernah memberikan perumpamaan perihal ajarannya ibarat sebuah
rakit. Rakit itu merupakan sarana yang dipergunakan untuk menyeberang dari satu
pantai yang tidak aman ke pantai seberang yang aman dan bahagia (bebas dari
penderitaan).
Pokok-pokok
ajaran Buddha terdiri dari 6 (enam) unsur berikut:
1. Tiga permata (Tiratana atau Triratna (Pali)
2. Empat kesunyataan Mulia dan Jalan Utama
Berunsur Delapan
3. Tiga Corak Umum
4. Hukum Perilaku (Karma) dan Tumimbal Lahir
5. Hukum Sebab-Musabab yang saling
Berkaita
6. Kebebasan Penderitaan.
1.
Tiga
Permata (Tiratana)
Tiga
Permata terdiri dari Buddha, Dhamma, dan
Sangha. Masing-masing disebut sebagai
permata sebab merupakan sesuatu yang sangat bernilai bagi kehidupan umat
Buddha. Mereka masing-masing memiliki nilai kesucian yang tertinggi yang
sebenarnya sama, tidak berbeda sedikitpun. Bahkan Tiga Permata itu
masing-masing memuat nilai Kesucian Mutlak Yang Mutlak dalam ajaran Buddha
bersifat Esa atau tidak merupakan perpaduan. Itulah hakikat Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam agama Buddha, yang seribng disebut Tiratna atau Tiga Permata.[8]
Tiratna
merupakan dasar keyakinan agama Buddha sebagai pelindung hidup dari
penderitaan.
a. Ajaran Tentang Budha
Menurut
keyakinan Budhis sebelum tahap zaman sekarang ini, sudah ada tahap-tahap yang
terbilang banyaknya. Tiap zaman memiliki Budhisnya sendiri. Oleh karena itu,
menurut keyakinan mereka ada banyak
Budha yaitu, orang yang sudah mendapat pencerahan Buddhi. Menurut
sebagian pendapat dari umat Budha (jemaat selatan), sebelum Budha Gautama sudah
ada 23 Budha yang mendahuluinya, tetapi menurut Jemaat utara lebih banyak lagi.
Sekalipun Sidharta dilahirkan pada
tahun 563 SM, tetapi menurut keyakinan Budhis, pada tahun itu Gautama bukan
baru untuk pertama kali datang kealam dunia. Sebelum dilahiran sebagai
Siddharta ia telah hidup berjuta-juta abad sebelumnya.
b. Ajaran tentang Dharma
Adapun yang dimaksud dengan Dharma
ialah Doktrin atau pokok ajaran. Inti ajaran agama Budha dirumuskan dalam
“Empat kebenaran yang Mulia” atau disebut dengan “Catur arya satya”,
yaitu
1)
Dukha,
artinya penderitaan, maksudnya bahwa hidup diduni ini adalah penderitaan. Bayi
yang lahir kedunia itu akan menghadapi beberapa penderitaan, sakit, menjadi
tua, mati, berpisah dari segala yang dicintai, dan tidak tercapainya apa yang
dicita-citakan. Kesenangan yang dialami manusia diikuti dengan penderitaan.
Oleh karena itu, kesenangan sebenarnya adalah pangkal penderitaan.
2)
Samudaya,
artinya sebab penderitaan. Adapun yang menyebabkan penderitaan adalah keinginan
untuk hidup yang disebut tanha. Keinginan untuk hidup menimbulkan
keinginan-keinginan terhadap yang lainnya yang disebut Trisna atau kleca,
misalnya ingin memakan makanan yang enak, ingin kekuasaan, kepuasan, dan sebagainya.
Dengan adanya keinginan untuk hidup menyebabkan seseorang harus mengalami samsara.
3)
Nirodha,
artinya pemadaman. Yaitu cara memadamkan atau menghilangkan penderitaan itu
dengan jalan menghapus tanha.
4)
Margha, yaitu
jalan untuk menghilangkan tanha. Bila tanha telah dihilangkan, maka seseorang akan
mencapai Nirwana, yaitu alam kesempurnaan, dimana ia merasakan kenikmatan
pribadi.[9]
Dan
keempat kebenaran tersebut dijadikan pandangan dasar agama Budha dalam
mencapai kerukunan hidup antar umat
beragama.[10]
Pokok ajaran Buddha Gautama adalah,
bahwa hidup adalah penderitaan. Seandainya tidak demikian, maka Buddha Gautama
tidak akan menjelma ke dunia. Dan yang menyebabkan penderitaan itu adalah
kehausan (keinginan dan kerakusan).
Untuk
menghilangkan kehausan, keinginan, kerakusan (tanha), manusia harus menempuh
delapan jalan yang mulia, yang disebut dengan Astha Arya Margha.
Selama
hidupnya Budha Gautama tidak pernah mengajarkan cara-cara menyembah kepada
Tuhan maupun konsepsi ke-Tuhanan, meskipun dalam wejangannya kadang-kadang
menyebut Tuhan. ia lebih banyak menekankan pada ajaran hidup suci. Sehingga ada
orang yang menyebut agama Budha sebagai ajaran moral belaka.
Dalam
syahadat agama Budha yang disebut dengan Triratna, berbunyi:
1)
Budham saranam Gacchami= aku
berlindung kepada Budha
2)
Dhammam Saranam Gacchami = aku
berlindung kepada Dharma (hukum/aturan)
3)
Sangham saranam Gacchami = aku
berlindung kepada Sangha (biara, pendeta).[11]
c. Ajaran tentang Sangha
Pengikut agama buddha dibagi menjadi dua bagian, yaitu para Bhiksu
atau para rahib dan para kaum awam. Selanjutnya untuk menegakkan Dharma, maka
pengikutpengikut Buddha pada umumnya (orang awam) wajib menjauhi
larangan-larangan sebagai berikut:
1) Dilarang melakukan pembunuhan terhadap
sesama makhluk (peperangan dan sebagainya)
2) Dilarang mencuri, merapok, dan
sebagainya
3) Dilarang melakukan perbuatan cabul,
perzinahan
4) Dilarang berdusta/menipu orang lain
5) Dilarang minum-minuman yang memabukkan.
Sedangkan
keewajiban bagi anggta Sangha selain diatas tersebut masih ada lagi yaitu:
a) Dilarang makan kecuali pada waktu yang
ditentukan
b) Dialarang mendatangi tempat-tempat
hiburan, maksiat
c) Dilarang bersolek, menghias diri
d) Dilarang tidur ditempat mewah
e) Dilarang menerima suap.
Sepuluh larangan diatas dalam agama
Buddha disebut Dasa Sila (10 dasar). Untuk itu hanya ada empat hal yang boleh
dimiliki para rahib, yaitu pakaian yang terdiri dari tiga potong, Baki tempat
minta sedekah, Tikar untuk tidur, Obat-obatan.[12]
Harun Hadiwiyono mengatakan bahwa
seorang rahib itu dilarang untuk kawin, ia harus membujang, sebab hubungan seks
dianggap sebagai sumber dosa. Dan hal ini kalau dilakukan dapat membuat seorang
rahib keluar dari sangha.
2.
Empat
Kesunyatan Mulia dan jalan Utama berunsur Delapan
Ajaran Buddha atau Dhamm yang pertama
dibabarkan oleh budha Gautama adalah Empat kesunyatan Mulia dan Jalan Utama
Berunsur Delapan. Yang pertama terdiri dari empat macam esensi, yang sekaligus
juga mencakup jalan utama berunsur delapan, yaitu:
a) Esensi hidup adalah penderitaan
b) Sebab penderitaan adalah nafsu
keinginan
c) Akhir penderitaan disebabkan padamnya
nasfu keinginan
d) Jalan untuk mengakhiri penderitaan
adalah jalan utama berunsur delapan, yaitu:
1)
Pengertian benar
2)
Pikiran benar
3)
Ucapan benar
4)
Perilaku benar
5)
Mata pencahrian bear
6)
Daya upaya benar
7)
Perhatian benar
8)
Konsentrasi benar.[13]
Pengerian
benar dan pikiran benar merupakan kebijaksanaan; ucapan benar, perilaku benar,
dan mata pencaharian benar merupakan kemoralan atau kesusilaan; sementara daya
upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar merupakan meditasi. Dengan
demikian umat Budha dlam kehidupan mereka sehari-hari diharapkan meningkatkan
kebijaksanaan, melatih kemoralan/kesusilaan, dan melatih meditasi untuk
mengatasi penderitaan hidup.
3.
Tiga
Corak Umum
Tiga
Corak Umum merupakan corak eksistensi segala sesuatu yang berada di keliling
hidup manusia. Rumusan Tiga Corak Umum adalah:
a. Ketidak-kekalan segala sesuatu yang
terjadi dar perpaduan.
b. Kelangsungan terus-menerus (proses)
segala sesuatu yang terjadi dari perpaduan.
c. Ketanpa-intian segala sesuatu yang ada.
4.
Hukum
Perilaku (Karma) dan Tumimbal Lahir
Hukum perilaku ini memberikan
pengertian kepada manusia tentang prinsip berperilaku, seperti kata-kata
Buddha: “Sesuai dengan benih yang telah ditanam, begitulah buah yang akan
dipetiknya. Ia yang berbuat baik akan menerima akibat kebahgiaan, dan ia yang
berbuat jahat akan menerima akibat penderitaan”. Buddha juga menjelaskan
sepuluh perilaku yang harus dihindari: pembunuhan makhluk hidup, pencurian,
penzinahan, ucapan yang tidak benar, minum minuman keras.
Perihal
Tumimbal Lahir, ajaran Buddha menyatakan bahwa hidup ini mrupakan proses
berkesinambungan dari hidup yang lampau, hidup sekarang, dan hidup yang akan
datang. Kesinambungan dan keterikatan hidup ini berlangsung terus menerus
karena adanya “daya hidup” yang berupa “akibat perilaku” dan perilaku-perilaku
manusia yang telah dilakukannya. Apabila manusia tidak memiliki “daya hidup”
lagi maka ia dikatakan mencapai kebebasan dari hidup. Hal ini secara emplisit
berarti kebebasan dari penderitaan.
5.
Hukum
Sebab-Musabab yang saling Berkaitan
Hukum
ini mejelaskan tentang terjadinya sesuatu yang “ada” disebabkan oleh
sebab-sebab atau banyak sebab yang saling berkaitan. Yang “ada” merupakan suatu “ada” ditengah-tengah
“ada-ada” yang banyak banyak. Oleh karena itu bisa diakatakan bahwa segala
sesuatu berlangsung terus menjadi. Hukum ini menjelaskan bahwa tidak ada
sesuatu yang sudah final atau selesai: semuanya serba menjadi, dan menjadi
baru lagi terus-menerus. Itulah hukum
keberadaan dan kelangsungan yang berada di sunia. Budha menyatakan : ”Dengan
adanya ini, adalah itu; dengan timbulnya ini, timbullah itu. Dengan tidak
adanya ini, tidak adalah itu; dengan lenyapnya ini, lenyapnya itu”.[14]
6.
Kebebasan
Penderitaan (Nibbana)
Nibbana sering
dipahami keliru, sebab dipersamakan dengan surga. Nibana adalah keadaaan tidak
ada kehidupan lagi, sehingga tidak ada kelahiran, tifdak ada usaia tua, tidak
ada sakit, dan tidak ada kematian lagi. Oleh karena itu Nibban adalah keadaan
akhir derita atau kebebasan penderitaan. Nibbana adalah kebebasan penderitan
maupun kebahagiaan Ia hanya dapat direalisasikan dan diketahui oleh
masing-masing manusia dalam pencapaiannya.
Ajaran
Buddha juga menyampaikan adanya surga, yang merupakan alam kehidupan
makhluk-makhluk yang sedang menikmati akibat perilaku baik yang dilakukannya.
Tetapi bukan tujuan akhir agama Budha, tujuannya dalah mencapai Nibbana.[15]
F.
KONSEP
KETUHANAN AGAMA BUDHA
Dalam ajaran
Agama Budha, Sang Budha bukanlah Tuhan dalam agama Budha yang bersifat Non Teis
(yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan Sang Pencipta, Sang
Budha adalah pembimbing guru penunjuk jalan menuju Nirwana.
Dalam
agama Budha asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari Tuhan,
melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu.
Dalam
agama Budha tidak ada makhluk sakti yang menjadi pencipta segalanya, Budha
Gautama menyatakan bahwa pemikiran kitalah yang menjadikan dunia ini. Sang
Budha menganggap buah pikiran sebagai pencipta.
“Semuanya
tentang kita muncul dari pemikiran kita sendiri. Dengan buah pikiran kita, kita
menciptakan dunia kita.”(Dhamma pada, 1.1-3).[16]
Perlu ditekankan bahwa Budha bukan
Tuhan konsep keTuhanan dalam agama budha berbeda dengan agama samawi dimana
alam semesta diciptakan Tuhan dan tujuan
akhir hidup manusia adalah kembali kesurga.
“Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada
sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang
Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat
bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma,
Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari
kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.”
Ungkapan di atas adalah pernyataan
dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan
konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam
bahasa pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang
artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan
dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang
tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak
berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai
kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang
Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha
adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain.
Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih
banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha
dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha
yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan
konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama
Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya
konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi
banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang
berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep
tentang alam semesta danterbentuknya bumi dan manusia. kehidupan manusia di
alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir
hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau
pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses
tumimbal lahir.[17]
Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya.
Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah
kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru
bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan
rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
G. HARI-HARI BESAR UMAT BUDHA
Dalam
agama Buddha terdapad beberapa hari besar, diantaranya yaitu:
1. Waisak
Hari
raya Tri Suci Waisak merupakan hari raya terbesar agama Budha, dimana
memperingati tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Sidharta, pencapaian
penerangan yang sempurna dan parinibbani-nya Sang Budha.[18]
Kelahiran
mempunyai arti untuk menunjukkan kepada kita untuk sering merenungkan
kembali bahwa ada titik awal dari kelahiran manusia yang tidak berbeda,
selanjutnya dari titik awal manusia, kemudian akan jadi mulia dan berbeda
sedikit atau banyak tergantung dari pada latih diri dan besarnya tekad untuk
berbuat kebaikan yang akan membawa manfaat dan kebahagiaan bukan hanya pada
diri sendiri tetapi juga untuk menolong orang lain. Sang Budha merupakan bahkan
untuk membuktikan bahwa manusia itu dapat dilatih dan mampu dilatih sampai
titik tertinggi dari kemanusiaan yaitu jadi kebudhaan, juga merupakan teladan
dari keberadaan kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, bagi manusia dan
kelompok manusia dari para penduduk dunia.
Pencapaian
penerangan merupakan petunjuk untuk direnungkan bahwa kesuksesan yang
merupakan maksud tujuan dari semangat yang menggunakan kesadaran secara
bijaksana, yang membuat Sang Budha menjadi sesuatu yang memiliki nilai
tertinggi.
Parinibanna/mangkatnya
Sang Budha, hal ini memperingatkan kepada kita bahwa Sang Budha dalam posisi
sebagai manusia pada waktu akhir jasmani-Nya juga mengalami kemusnahan sesuai
dengan waktunya, akan tetapi Dhamma yang dicari dan ditemukan jadi pembuka
kebenaran dari dunia dan kehidupan, yang mana prinsip kebenaran yang indah dan
yang mutlak tidak berkemusnahan itu lenyap sama dengan kehidupan manusia, Sang
Dhamma tetap menerangi jalan kebijaksanaan demi tercapainya kebahagiaan pada
umat manusia untuk kehidupan. Sejak saat itu pula kita kembali diingatkan pada
semangat yang terkandung dalam tiga peristiwa Suci Waisak, yaitu semangat akan
kehadiran nilai-nilai kemanusiaan yang universal adalah jati diri setiap
manusia yaitu membantu meringankan penderitaan dan memberikan kebahagiaan
kepada sesama makhluk hidup (maitri karuna) dan selalu mewujudkan
kesadaran melalui usaha menyelamatkan umat manusia.[19]
Sejak
hari Raya Wasiak disyahkan sebagai hari Raya Nasional pada tahun 1983. Sejak
saat itu hingga sekarang umat Budha di Indonesia bisa dengan bebas dan terbuka
mengadakan kegiatan dalam memperingati Hari Raya Waisak dan Candi Borobudur
dijaadikan tempat pusat kegiatan.
2. Kathina
Hari
Raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah
menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa
Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan
persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para
Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama
Buddha.[20]
3. Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari
besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari Raya Asadha, diperingati 2
(dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha
membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya)
di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut
adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan
khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman
berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan
orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan
mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya
Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para
Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi). Dengan terbentuknya
Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha
dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti
Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan
pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan
memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada
Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat
Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma
mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat
Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha
merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha
pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang
berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha
mengajarkan mengenai empat kebenaran mulia yang menjadi landasan pokok Buddha
Dhamma.
4. Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati
disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu.
Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut
ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa
diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda
Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha
disebut vihara.[21]
H. PERBEDAAN BUDDHA DENGAN ISLAM
Dalam konteks Buddha dapat dikatakan
bahwa apa yang telah diajarkan oleh Buddha dalam aspek moral manusia adalah
sama apa yang telah diajarkan oleh Islam. Namun dalam aspek keTuhanan Buddha
tidak sama.
Budha tidak membahas masalah Iman.
Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi
dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia
adalah kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal.
Dalam pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam
Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali adalah "Atthi
Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang",yang artinya "Suatu Yang Tidak
Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak".[22]
Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta),
yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam
bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi
(asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan
dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Bila kita mempelajari ajaran agama
Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya
konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama Islam, tetapi
banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang
berlainan dengan konsep-konsep dari agama Islam antara lain adalah
konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan
manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Budha bukanlah seorang Nabi karena
dia tidak mengikrarkan akidah-akidah. Dia hanya mengasakan seruanya dengan
bergantung pada pengalaman-pengalaman rohaninya yang tidak dapat diterangkan
kata-kata. Asas pesan yang diletakkan oleh Buddha adalah amalan bukan akidah.[23]
Di dalam agama Buddha tujuan akhir
hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau
pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal
lahir.
KESIMPULAN
Budha adalah sebutan bagi seseorang
yang telah mencapai penerangan sempurna. Budha berarti Yang Sadar. Penerangan
sempurna adalah suatu tingkat kondisi batin yang telah berkembang demikian rupa
sehingga mampu menyadari kenyataan atau kebenaran yang terdapat dalam kehidupan
ini.
Agama Budha lahir pada abad ke-6 SM
di India dan didirikan oleh Sidharta Gautama. Sidharta Gautama adalah anak
seorang raja yang bernama Suddhudana yang memerintah suku Syakia, ibunya
bernama Maya. Menurut para ahli, Sidharta dilahirkan pada tahun 563 SM dan
wafat pada tahun 483 SM.
Pokok-pokok
ajaran Buddha terdiri dari 6 unsur,
yaitu:Tiga permata (Tiratana taua Triratna (Pali)), Empat kesunyataan Mulia dan
jalan Utama Berunsur Delapan, Tiga Corak Umum, Hukum perilaku (karma) dan
tumimbal lahir, Hukum sebab-musabab yang saling berkaitan, Kebebasan
penderitaan (Nibana atau Nirwana).
Terdapat dua aliran besar dalam
agama Buddha, yang dianut oleh masyarakat Buddhis di dunia, yaitu:Mazhab Theravada dan Mazhab Mahayana.
Ajaran
yang disebarkan oleh Buddha Gotama ditulis dalam kitab Tripitaka, yang artinya “tiga kelompok”, terdiri dari:1) Vinaya Pitaka, berisi
peraturan-peraturan hidup umat Buddha yang meninggalkan hidup berumahtangga
(disebut bhikkhu dan bhikkhuni).2). Sutta Pitaka, berisi
khutbah-khutbah Buddha Gotama dan murid-muridnya yang terkenal pada masa belaiu
masih hidup. 3). Abhidhamma Pitaka, berisi
ajaran ilmu jiwa dan metafisika agama Buddha.
Di
Dalam agama Buddha terdapad beberapa hari besar, diantaranya yaitu:Waisak,
kathina, asadha, magha puja
Dalam
ajaran Agama Budha, Sang Budha bukanlah Tuhan,dalam agama Budha yang bersifat
Non Teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan Sang Pencipta,
Sang Budha adalah pembimbing guru penunjuk jalan menuju Nirwana. Di
dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan
(anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak
perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir.
DAFTAR
PUSTAKA
Agama Budha , wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia bebas
Ahmad Shalaby, 1998. Perbandingan
Agama-Agama Besar Di India. PT. Bumi Aksara:
Jakarta.
Bashori, Mulyono. 2010. Ilmu
Perbandingan Agama. Pustaka Sayid Sabiq: Jawa Barat
Djam’annuri. 2000. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama, Sebuah Pengantar). Kurnia Kalam Semesta:
Yogyakarta.
Jirhanuddin, 2010. Perbandingan
Agama Pengantar Studi Memahmai Agama- Agama.
Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Tuhan Dan Agama Budha Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas moz.
Tanhdi, Sekelumit Tentang Agama
Buddha. 13 Agustus 2009 .[tersedia:http// - sekelumit-tentang-agama-buddha.htm.
[online] Sabtu, 15 Oktober 2011
[1]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal88
[2] Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 64
[3]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal88
[4]
Djam’annuri, Agama Kita
Perspektif sejarah Agama-agama Sebuah
Pengantar. ( Yogyakarta:LESFI.2002). hal 64
[5]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal 92
[6]
Djam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama (Yogyakarta:Kurnia
Kalam Semesta 2002). Hlm 71
[7] Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 66
[8]Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 68-71
[9]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010). Hal 94
[10]
Bashori, Mulyono. Ilmu Perbandingan Agama.(Jawa Barat:Pustaka Sayid
Sabiq. 2010). Hal 123
[11]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010). Hal 95
[12] Jirhanuddin,
Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010). Hal 96
[13] Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 69
[14] Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 70
[15] Djam’annuri. Agama Kita (Perspektif Sejarah Agama-agama,
Sebuah Pengantar). (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000). Hal. 69-71
[16]
Tuhan Dan Agama Budha Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas moz
[17]
Tuhan Dan Agama Budha Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas moz
[18]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal 97
[19]
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal 98
[20] Jirhanuddin,
Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahmai Agama-agama, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2010) hal 98
[21]
Agama Budha , wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas
[22] Tanhdi,
Sekelumit Tentang Agama Buddha. 13 Agustus 2009 .[tersedia:http//
-sekelumit-tentang-agama-buddha.htm. [online] Sabtu, 15 Oktober 2011
[23] Ahmad
Shalaby,Perbandingan Agama-Agama Besar Di India. (Jakarta:Bumi Aksara.
1998). Hal 149